Pengertian
Ekonomi Islam
Ekonomi
Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja
merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana
firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena
Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena
kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: Barang
siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu
ia mendapat ampunan.
lah
satu teori ekonomi syariah yang dikembangkan oleh ahli pemikir Islam, Ibnu
Khaldun, berupa sebuah rumusan berupa kebijaksanaan politik pembangunan,
mungkin, dapat diaplikasikan dalam perkembangan Ilmu Ekonomi Islam saat ini.
Rumusan Ibnu Khaldun tersebut dikenal sebagai “Dynamic Model of Islam” atau
Model Dinamika. Model Dinamika adalah sebuah rumusan yang terdiri dari delapan
prinsip kebijaksanaan politik yang terkait dengan prinsip yang lain secara
interdisipliner dalam membentuk kekuatan bersama dalam satu lingkaran sehingga
awal dan akhir lingkaran tersebut tidak dapat dibedakan, terdiri atas:
1.
Kekuatan pemerintah tidak dapat diwujudkan kecuali dengan implementasi Syariah
2. Syariah
tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan pemerintahan;
3.
Pemerintah tidak dapat memperoleh kekuasaan kecuali dari rakyat;
4.
Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan;
5.
Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan;
6.
Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali melalui keadilan;
7.
Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi Allah pada umat-Nya;
8.
Pemerintah dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.
Masyarakat dalam sebuah pemerintahan sesuai kodratnya merupakan manusia yang lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan suasana kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya sebuah “rasa kebersamaan” dan “pemerintah” sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
Masyarakat dalam sebuah pemerintahan sesuai kodratnya merupakan manusia yang lebih suka hidup secara bersama. Hal ini disebabkan dengan kapasitas individu yang ada, manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok guna mempertahankan kehidupan mereka dalam masyarakat. Oleh karena itu, mereka sangat membutuhkan suasana kehidupan yang saling menolong dan bekerjasama. Akan tetapi, mereka tidak dapat hidup berdampingan dan bekerjasama dengan yang lain dalam suasana penuh konflik dan permusuhan serta ketidakadilan. Untuk itu diperlukan adanya sebuah “rasa kebersamaan” dan “pemerintah” sebagai pengendali kekuasaan untuk mencegah terjadinya konflik dan ketidakadilan guna mempersatukan mereka.
Dalam
ajaran welfare state Islami, mengupayakan agar setiap orang mengikuti ajaran
Syariah dalam urusan duniawi mereka merupakan hal yang penting. Negara harus
tetap mengawasi semua tingkah laku yang dapat membahayakan pembangunan sosial
ekonomi seperti ketidakjujuran, penipuan, dan ketidakadilan sebagai prasyarat
kualitas yang dibutuhkan untuk keharmonisan sosial dan pembangunan berdasarkan
keadilan. Selain itu, negara harus menjamin pemenuhan hukum dan menghormati hak
milik individu serta menanamkan kesadaran kepada seluruh lapisan masyarakat.
Apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif, maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan karena kebutuhan masyarakat akan terpenuhi, sehingga mereka akan termotivasi melalui kerja keras yang cermat dan efisien. Namun, jika hal itu tidak terlaksana, maka yang terjadi adalah kehancuran. Sumber daya yang dibutuhkan negara untuk kepentingan itu, diperoleh melalui sistem pajak yang adil dan efisien. Di samping itu, perlu dicermati bahwa apabila, jika pemerintah tidak menerapkan nilai-nilai syariah secara efisien, maka tidak akan ada keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka “rasa kebersamaan” tidak akan ada, dan jika tidak ada “rasa kebersamaan”, maka tidak akan ada lingkungan yang mendukung terlaksananya implementasi Syariah, hukum dan perundang-undangan, pembangunan dan kemakmuran. Ketiadaan semua itu, akan membuat administrasi pemerintah menjadi lemah dan tidak efektif.
Apabila pemerintah melaksanakan peranannya secara efektif, maka akan menjadi sebuah kontribusi positif dalam pembangunan karena kebutuhan masyarakat akan terpenuhi, sehingga mereka akan termotivasi melalui kerja keras yang cermat dan efisien. Namun, jika hal itu tidak terlaksana, maka yang terjadi adalah kehancuran. Sumber daya yang dibutuhkan negara untuk kepentingan itu, diperoleh melalui sistem pajak yang adil dan efisien. Di samping itu, perlu dicermati bahwa apabila, jika pemerintah tidak menerapkan nilai-nilai syariah secara efisien, maka tidak akan ada keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka “rasa kebersamaan” tidak akan ada, dan jika tidak ada “rasa kebersamaan”, maka tidak akan ada lingkungan yang mendukung terlaksananya implementasi Syariah, hukum dan perundang-undangan, pembangunan dan kemakmuran. Ketiadaan semua itu, akan membuat administrasi pemerintah menjadi lemah dan tidak efektif.
Konsep
Ibnu Khaldun dalam “Model Dinamika” menyatakan bahwa negara harus berorientasi
kepada kesejahteraan rakyat, memiliki kebijakan anggaran, menghargai hak milik
masyarakat, dan menghindari pungutan pajak yang memberatkan. Negara akan
mengutamakan pembangunan melalui anggaran yang dihasilkan dari kebijakan yang
adil, dan sebaliknya negara akan menghambat pembangunan dengan memperlakuan
sistem pajak dan kebijakan yang tidak adil. Negara merupakan suatu pasar
terbesar yang dihasilkan dari anggaran negara tersebut untuk kesejahteraan
rakyatnya. Untuk itu, negara tidak perlu terlibat secara langsung sebagai
pelaku pasar, namun harus melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat
menjalankan usaha mereka secara lebih efisien dan mencegah masyarakat untuk
melakukan tindakan yang tidak adil secara berlebihan.
Tujuan
Ekonomi Islam
Segala
aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya
kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan,
dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi,
tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat. Seorang
fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran
hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian
jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya
keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya
maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang
menjad puncak sasaran di atas mencaku p lima jaminan dasar:
·
keselamatan keyakinan agama ( al din)
·
kesalamatan jiwa (al nafs)
·
keselamatan akal (al aql)
·
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
·
keselamatan harta benda (al mal)
Prinsip-Prinsip
Ekonomi Islam
Secara
garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2.
Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.
Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5.
Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan banyak orang.
6.
Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat
nanti.
7.
Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8.
Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Ciri khas ekonomi syariah
Tidak
banyak yang dikemukakan dalam Al Qur'an, dan hanya prinsip-prinsip yang
mendasar saja. Karena alasan-alasan yang sangat tepat, Al Qur'an dan Sunnah
banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum Muslim berprilaku
sebagai produsen, konsumen dan pemilik modal, tetapi hanya
sedikit tentang sistem ekonomi[5]. Sebagaimana diungkapkan dalam
pembahasan diatas, ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, ekonomi syariah
menekankan empat sifat, antara lain:
- Kesatuan (unity)
- Keseimbangan (equilibrium)
- Kebebasan (free will)
- Tanggungjawab (responsibility)
Manusia
sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia
tidak mungkin bersifat individualistik, karena semua (kekayaan) yang ada di bumi
adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaan-Nya
di bumi. Di dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam sangat mengharamkan
kegiatan riba, yang dari segi bahasa berarti
"kelebihan". Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 275 disebutkan
bahwa Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...